Oleh: Yuslisul Pransiskasari
Mahasiswa Tadris Matematika IAIN Tulungagung
Bolpoin menjadi benda tak asing dalam dunia tulis
menulis. Kepemilikan bolpoin tidak hanya berada pada kalangan akademisi
pendidikan, pejabat, dan bergerak di bidang formal. Bolpoin dimiliki untuk
menunjang kebutuhan setiap manusia. Kernet bus, petugas simpan pinjam, pegawai
bank, pedagang sayur, tukang bubur, pengusaha toko dan lain-lain. Mereka
menggunakan bolpoin untuk melakukan kerja harian.
Ketika masih SD kelas dua guruku melarang siswanya
untuk menggunakan bolpoin. Perkara larangan bukan terletak pada jenjang kelas.
Namun jenjang kelas dua dinilai belum terampil menggunakan bolpoin. Berbagai
alasan dilayangkan untuk membungkam sikap siswa agar tidak menggunakan bolpoin
saat itu. Alasan lain
tidak rapi. Siswa dianggap kurang cakap menggunakan
bolpoin karena akan banyak coretan disana sini. Sedangkan siswa SD kelas dua
masih sering menggunakan penghapus ketika bekerja dengan pensil. Keterampilan
menggunakan bolpoin tidak pernah diajarkan saat sekolah.
Dalam film bollywood berjudul 3 idiot, penemuan
bolpoin menjadi kejadian penting dalam sejarah. Penemuan bolpoin dibuat untuk
menggantikan pensil. Penelitian itu ada maksud ketika dibawa ke angkasa akan
hancur. Kehancuran pensil menjadi debu yang bisa membutakan mata. Film dari
India ini memberikan kontribusi dalam bidang pendidikan.
Membicarakan bolpoin tidak melulu mengurusi
permasalahan rangkaian kata dalam membentuk suatu kalimat. Tapi bolpoin adalah
alat untuk menorehkan noda berupa tinta agar membekas lama. Sejarah Indonesia
tak pernah luput dari bolpoin. Penandatanganan kesepakatan selalu menggunakan
bolpoin. Bahkan di kalangan pejabat pemerintahan penggunaan bolpoin tidak
main-main. Mereka menggunakan merk bolpoin ternama. Bolpoin berlabel harga
melangit hanya bisa dinikmati oleh kalangan pejabat sebagai ajang gengsi di
kalangan priyayi.
Bolpoin menemui masa tren ketika menjadi konsumsi
kolektif. Konsumsi kolektif terjadi di kalangan pesantren. Tradisi pesantren
memberikan kesadaran bersama bahwa fungsi bolpoin sangat dibutuhkan. Selain
untuk menulis, tanda tangan, ukuran keruncingan ujung bolpoin mempengaruhi kejelasan
makna atau dalam istilah pesantren maknani
kitab gundul. Semakin mahal dan bermerk suatu bolpoin, semakin jelas, bagus
dan enak digunakan. Dalam kalangan kyai dan santri bolpoin mengalami ketahanan.
Keyakinan akan tinta yang tidak mudah luntur tertuju pada sebuah benda dinamakan
pen tutul. Selain itu, beberapa guru di pesantren memberlakukan santrinya menggunakan
bolpoin khusus untuk maknani. Bolpoin
dengan kriteria runcing di ujungnya mempengaruhi kualitas, ukuran dan kerapian
tulisan.
Bolpoin kian hari kian mengalami perluasan fungsi
dan penyempitan tujuan. Munculnya berbagai merk dan ukuran ujung bolpoin
mempengaruhi tingkat ketebalan dan ketahanlamaan tulisan. Tidak hanya itu,
bolpoin menjadi konsumsi pribadi dari berbagai versi dengan jumlah banyak.
Seorang teman kuliah pernah berkisah tentang dirinya dan bolpoin. Bolpoin
dibedakan berdasarkan fungsinya. Bolpoin berujung runcing untuk menuliskan
judul, bolpoin menyerupai spidol digunakan untuk memberi keterangan penting,
dan bolpoin basa digunakan untuk menulis catatan sementara.
Berbeda pengguna berbeda perlakuan. Begitu juga fungsi
bolpoin. Bolpoin di kalangan wartawan digunakan sebagai media mencatat data ketika
wawancara, membuat reportase, menuliskan berita untuk dikabarkan kepada seluruh
masyarakat. Bolpoin di kalangan guru digunakan untuk menuliskan laporan,
mengisi daftar kehadiran, mencatat pembicaraan ketika workshop, dan penanda
tanganan gaji.
Lain soal dengan DPR. Dewan Perwakilan Rakyat
menggunakan bolpoin untuk menandatangani proyek. Tidak sedikit yang menggunakannya untuk mendaftarkan diri
menjadi calon legislative di tahun berikutnya. DPR tidak akan bisa hidup tanpa
bolpoin. Nasib perjalanan karir DPR berada di tangan bolpoin. Bolpoin menjadi
barang mewah yang harus ada tiap waktu. Kebijakan terkait tanda tanganpun
ditentukan oleh warna tinta. Warna biru menjadi pilihan untuk menentukan
kebijakan tanda tangan.
Produksi bolpoin tidak akan berhenti karena
senantiasa digunakan dalam setiap zaman. Berbagai merk muncul dalam berbagai
ukuran, warna, kualitas, harga yang berbeda. Sekali menorehkan coretan
menggunakan bolpoin, semenjak itulah torehan menjadi tanggung jawab moral. Hanya
bisa dihapus dengan menggunakan penghapus bolpoin. Itupun menyisakan bekas
hingga merobek kertas. Torehan bolpoin hanya bisa ditimbun dengan tipe-X.
Pengibaratan kondisi bolpoin terjadi pada DPR. Sekali melakukan kesalahan,
tidak akan terhapuskan pada benak masyarakat. Pembersihan nama baik bisa
dilakukan dengan banyak melakukan hal-hal baik. Itupun membutuhkan waktu yang
sangat lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
#Tuliskan apa yang kamu rasakan setelah membaca tulisan ini. Berkomentar boleh, memaki dipersilakan, curhat apalagi, terserah